Penjaga hati itulah sebutan nama buat bapaku. Semasa hidupnya banyak tawa dan canda yang ia berikan dikeluargaku, aku juga julukin dia sebagai family hero. Keluargaku sederhana, aku terlahir sebagai anak bungsu dari dua bersaudara saudaraku yang pertama juga laki-laki.
Bapakku hidup sebagai seorang petani biasa yang kebutuhan hidup kami mengandalkan hasil tanaman bulanan seperti sayuran, pisang, cabai, tomat,dan tanaman bulanan yang lainnya.
Pada suatu ketika keluargaku diberikan cobaan yaitu ibuku mengalami jatuh sakit maag yang sudah para dan harus masuk rumah sakit, di sana ibuku dirawat berminggu-minggu hingga sampai berbulan-bulan sehingga banyak membutuhkan biaya inap dan perobatan yang sangat besar jumlahnya, pada saat itulah bapakku harus dengan rela dan terpaksa menjual kebun kami yang sudah ditanami tanaman tahunan yang itu mungkin menjamin masa depan kami sebagai anak-anak. Demi ibu bapakku rela mengorbankan semua yang kami miliki.
Satu tahun sudah terlewati ibuku menahan rasa sakit yang dideritanya dan pada saat itu juga ibuku harus bertahan di rumah sakit. Selama ibu di rumah sakit bapaklah menggatikan posisi ibu, memasak, mencuci, dan pekerjaan lainnya, disela-sela waktu bapak juga harus mencari nafkah untuk kebutuhan keluarga kami.
Hari demi-demi hari keluargaku menjalani hidup dengan suka duka, sehingga pada suatu hari kabar bahagiapun menghampiri keluargaku dengan atas kuasa Allah ibuku sembuh dari penyakitnya. Setelah ibu sembuh dari sakit yang berkepanjangan bapakku mulai bangkit dan bersemangat lagi, bapak mulai membuka lahan baru diseberang pulau yang tak jauh dari kampung untuk bercocok tanam tanaman bulanan.
Pada masa itu sekitar tahun 1998 bapak dan ibu belum memiliki mesin kendaraan laut (perahu katinting) jadi kalau ke kebun masih menggunakan perahu biasa tanpa mesin jadi harus mendayung menyebrangi lautan dengan jarak tempuh sekitar dua jam untuk sampai ke kebun, dikebun itulah bapak dan ibu membangun sebuah gubuk kecil dan nantinya tinggal di sana untuk menjaga hasil tanaman bulanan kami.
Kebun kami ini dekat dengan salah satu perusaahaan ikan, sehingga hasil panen tanaman bulanan langsung di jual di sana. Alhamdulillah rejeki bapak dan ibu selalu dilancarkan oleh Allah SWT sehingga bapakku meniatkan membangun rumah yang dulunya telah rusak parah.
Sekitar tahun 2002 bapak mulai membeli bahan-bahan kayu balok sebagai bahan dasar pendirian rumah. Aktivitas bapak mengambil pasir didekat kampung juga sudah mulai dilakukan secara rutin tiap pagi dan sore. Pagi-pagi yang masih gelap gulita pukul tiga pagi sebelum subuh bapak sudah mendayung menuju ke tempat pengambilan pasir, sejam kemudian sudah balik dengan perahu yang dipenuhi karung-karung yang berisi pasir.
Setelah sholat subuh bapak kembali melakukan aktivitasnya yaitu dengan memikul karung-karung yang berisi pasir tersebut dari pantai menuju kerumah, sesekali bapak terlihat sangat lelah tetapi selalu berusaha tegar dihadapan kami. Aku bisa merasakan kalau karung-karung yang berisikan pasir itu sangatlah berat apalagi dalam kondisi basah, bapak juga harus bolak balik mengangkat dan memikul karung itu dengan sendiri. Saat itu aku hanya bisa membantu sesuai tenagaku karena waktu itu aku masih kecil.
Setiap pagi gelap gulita bapak dengan rutin megangkat dan memikul karung-karung yang berisikan pasir, aku tak bisa membayangkan itu betapa semangatnya bapak dalam mendirikan rumah.
Pada pukul tuju pagi bapak dan ibu sudah harus bersiap-siap lagi untuk ke kebun dengan aktivitasnya mendayung menyebrangi lautan, walaupun arus air laut pagi itu sangat kencang dengan penuh ombak-ombak kecil, tak menghambat semangatnya untuk mendayung, kadang terbawa arus air laut tetapi semangat juang untuk kami bapak mengerahkan tenaganya untuk melawan arus, angin serta gelombng laut yang selalu mengahadang.
Pada sore hari pukul empat belas bapak sudah sedikit demi sedikit mengumpulkan batu untuk persiapan pondasi rumah, ketika pulang dari kebun bapak dan ibu membawa hasil kebun dengan tambahan batu yang memenuhi perahu. Ukuran perahu yang kecil dengan berisi batu dan hasil kebun, terkadang menyulitkan bapak untuk menyebrangi lautan, sedikit saja ombak yang menghantam akan menenggelamkan perahu beserta isinya, bapakku yang begitu berani mempertaruhkan nyawanya demi kelangsungan keluarganya dan masa depan kami sebagai anak-anak.
Bertahun-tahun bapak melakukan aktivitas yang sama seperti itu. Seiring berjalannya waktu hingga usiaku bertambah dan aku juga sudah bisa membantu bapak, setiap pulang sekolah aku selalu mengahabiskan waktu bersama bapak, pengen merasakan gimana rasanya bapaku menghadapi arus dan gelombang selama di lautan dan ternyata bukanlah hal yang gampang, membutuhkan tenaga yang ekstra dan keberanian yang lebih besar untuk menyebrangi lautan dengan perahu kecil yang berisi dua nyawa manusi.
Berepa bulan kemudian bapak ke kota untuk mebeli bahan semen serta bahan bangunan lainya untuk membuat pondasi rumah, setelah semua bahan sudah siap pondasi rumah pun dibangun di atas tanah milik bapak ibu. Setelah dibagun pondasi rumah bapak terlihat bahagia karena sudah ada dasar untuk membangun rumah, bapak semakin semagat lagi mengabil pasir dan batu untuk lanjutan tahap pembagunan berikutnya.
Seiring berjalannya waktu rumah pun didirikan, saat itulah bapakku selalu berusaha mengajari aku untuk mencoba membuat/mengecor rumah setiap pulang sekolah. Aku belajar hingga bisa dan alhamdulillah bisa sedikit meringankan beban bapak. Bapakku pernah menceritakan targetnya dalam membangun rumah kami “ Nak insya Allah bapak targetin pada saat kamu lulus SMP dan masuk SMA rumah ini sudah rampung dan sudah dipasang jendela kaca agar besok-besok temanmu datang bisa nginap dirumah kita”
Tiga tahun kemudian aku sudah lulus SMP dan sangat luar biasa targetnya bapakku sesuai dengan apa yang perna diceritakan padaku waktu itu.
Bapakku cuman seorang petani biasa, bukan juragan petani dan bukan seorang pegawai PNS, tapi aku bangga karena dalam jangka waktu 4 tahun bisa membangun rumah sendiri tanpa hutang atau kredit. Bapakku punya kemauan yang sangat keras, sehingga apa yang dicita-citakan dapat terwujud dengan baik.
Suatu ketika bapak menanyakan cita-citaku, “Nak setelah lulus SMA kamu mau lanjut kuliah atau tes polisi” karena aku pengen yang cepat membahagiakan orang tua dan dari dulu memang cita-citaku pengen jadi polisi dan kusampaikan kebapaku “ Aku ingin tes polisi dulu bapak, kalau tidak lulus baru kuliah” mulai saat itu bapak kembali berusaha mencari uang untuk biaya aku ke depan pada saat mengikuti persiapan tes polisi.
Bapak dan ibu jarang di kampung, mereka sering mengahabiskan waktu di kebun, seminggu sekali baru pulang ke kampung. Terkadang aku merasa sedih karena bapak dan ibuku terlihat kurus karena selalu memikirkan masa depanku, mereka mencari uang tanpa memikirkan badannya.
Bapak terlihat kurus, tulang nampak keluar, rambut sudah beruban dan terlihat rontok, wajahnya selalu terseyum dan sesekali diam, ibuku sudah beruban, badannya pun sudah mulai kurus. Mereka jarang memikirkan dirinya karena demi masa depanku bapak dan ibuku menghabiskan masa tuanya dengan kerja keras.
Pernah sekali terlintas dipikiranku untuk tidak lanjut sekolah dan ingin kerja saja, agar bisa meringankan beban mereka. Suatu ketika aku mendegar bapak sama ibu bercerita saat malam sudah mulai larut, mereka menceritakan bagaimana kelangsungan masa depanku, mereka harus menabung lagi agar aku bisa kuliah atau tes, mereka tidak mau aku berhenti sekolah karena keterbatasan biaya
Hatiku tersentuh dengan percakapan mereka, air mataku pun menetes, betapa mulianya mereka memikirkan masa depanku dengan penuh semagat dan kemauan yang tinggi, mereka tidak berharap uang atau pun kedudukan, yang mereka impikan aku bisa bahagia dengan masa depanku cerah.
Beberapa tahun kemdian aku pun sudah harus mempersiapkan diriku menghadapi ujian sekolah dan ujian nasional SMA. Aku kembali ke rumah untuk meminta doa restu agar ujianku berajalan dengan baik dan bisa lulus UN
Aku pun kembali ke desa menuju rumah, di sana cuman sehari dan besok harus ke kota lagi karena tidak ada libur sekolah. Pada saat kembali ke kota bapak ingin mengantarkan aku dengan perahu motor katinting, karena di tempatku adalah daerah kepulauan maka sebagian perjalanan melalui laut.
Pada saat dalam perjalanan menuju ke kota bapakku sering bercerita tentang banyak hal, terutama kisah perjalanan bapak pada saat masih muda dan merantau dan mengililingi pulau halmahera. Bapak punya banyak teman yang bahkan jadi seperti saudara sendiri.
Hari itu bapakku banyak bercerita tentang masa mudahnya yang belum pernah bapak ceritain ke aku dan ternyata hari itu juga adalah kisah cerita terakhir bapak bercerita tentang masa mudanya. Ada banyak nasehat menyetuh hati, tutur katanya yang lembut, dan ada satu senyuman terakhir saat itu.
Bapakku terlihat begitu bercahaya, wajahnya terang terang dan ceria kaya ada sesosok malaikat yang mendampinginya, mungkin inilah tanda kalau bapakku akan dipanggil untuk kembali ke sang Khalik. Tidak terasa sudah sampai di kota dan aku pun menjatuhkan kaki ke tanah untuk melangkah melanjutkan perjalanan menuju ke rumah.
Dalam perjalanan ke rumah nenek hati ini selalu bertanya-tanya, kenapa hari ini bapak terlihat begitu ceria dan mukanya agak bercahaya, ah aku tetap berpikir positif, mungkin bapak senang karena sebentar lagi aku melanjutkan jenjang studi yang berikutnya.
Pada saat sampai di rumah aku teringat dengan beberapa ucapan yang pernah bapak sampaikan, seingatku kalimat terucapkan saat itu " Jikalau aku menjadi seorang polisi atau sarjana maka dia akan menggendongku dari jembatan dermaga hingga sampai rumah” terdorong dengan nasehat itu aku pun bertekad untuk menggapai cita-cita itu.
Pada saat aku mengahadapi ujian terakhir, aku bermimpi bahwa bapakku memang benar-benar menggendongku saat menjadi seorang yang berhasil menyelesaikan pendidikan, dan ternyata mimpi itu bertanda lain.
Hari sabtu adalah hari terkahir aku mengikuti UN SMA dan pagi itu aku mendapatkan kabar bahwa bapakku jatuh sakit kritis. Hari itu aku langsung syok karena seminggu yang lalu bapak terlhat masih sehat-sehat saja dan semasa hidupnya pun aku belum pernah melihat dan mendengar bapak mengeluh sakit.
Muncul perasaan yang mendunga-duga mungkin bapak sering sakit tapi bapak menyembuyikan rasa sakitnya, bapak sering berpura-pura kuat dan sehat dihadapan kami anak-anak, karena takut kami sedih, karena takut merepotkan, mungkin juga bapak tidak ingin anak-anaknya kepikiran.
Hari itu aku benar-banar terpukul hatiku hancur dan tak berdaya, rasa bingung dan rasa cemas sudah mulai menyelimuti tubuhku sehingga hari itu pun aku tidak fokus menghadapi ujian.
Semua pikiran dan hatiku hanya tertuju pada kedaan bapakku, aku ingin cepat pulang, aku ingin melihatnya, memastikan kalau bapakku sehat, memastikan beliau seperti sediakala, masih bercerita masih dan aku masih ingin mendengarkan ceritanya.
Rasa takut menghantui, muncul perasaan cemas berlebihan "Bagaimana jika bapakku benar-benar sakit dan pergi meninggalkanku" siapa yang akan menasehatiku jika aku salah, siapa yang menjadi tempat sadaran dikala aku dalam kesedihan, siapa yang akan menjadi teman berbagi ceritaku, lalu bagaimana perasaan ibuku.
Tubuhku terasa dingin pengen cepat-cepat kutemui dan ku pastikan keadannya.Setelah ujian aku langsung kembali pulang menuju ke kampung
Dalam perjalanan pulang aku selalu berdoa agar bapakku masih bisa dan kami bisa melanjutkan cerita yang belum selesai dalam perjalan kemarin, aku masih ingin banyak belajar dari sosok bapak.
Ketika kakiku mulai menginjak papan dermaga, setetes air matahpun jatuh, saat itu semua orang kampung melihatku dengan tatapan yang sangat sedih, sapaan yang begitu halus dan sopan. Dalam benakku bertanya-tanya, ada apa dengan bapakku? Kenapa semua orang memandangku dengan muka yang begitu sedih? Adakah yang salah degan diriku ini?
Pada saat aku berjalan menuju rumah, langkah kakiku seakan terbang aku tak bisa mengontrol diriku. Setelah sampai depan rumah, pintu rumah pun terbuka lebar, ada banyak orang yang berdatangan. Diriku semakin sedih dan bingung, air mataku kembali menetes dan seakan diriku tak berdaya lagi.
Kaki ini mulai melangkah dengan cepat dan menuju kekamar bapakku, hari itu aku melihat bapakku terbaring lemah dan tak berdaya, Ibu yang menyambutku dengan sebuah pelukan hangat yang diselimut dengan rasa sedih dan tangisan air mata.
" Nak bapak sakit"
lalu kembali menjawab dengan menguatkan ibu
“Bapak bisa disembuhkan ibu yang tenang ya”
Aku kembali lagi melihat bapakku dengan membayangkan, dulu dia begitu kuat, tangguh, bersemangat, ceria suka becanda. Aku pun memeluk dia, tubuhnya dingin, tidak ada gerakan apapun darinya, padahal dulu dia sering merespon pelukanku dengan bersemangat. Kupeluk lagi, kucium keningnya, kucium pipinya hanya satu respon dari bapaku yaitu seyuman.
Kubiskan ditelinganya
Bapak aku datang, coba bapak buka matanya
Aku suda selesai ujian sebentar lagi aku aku tes pak
Bapak ayo buka matanya.. Ayo pak….
Bapaku tetap diam, dia hanya mendengar dan mengeluarkan air mata
Bapak tidak bisa lagi berbicara, tidak bisa lagi melihatku lagi..
Aku kembali lagi membisiknya
Bapak lihat aku, ini anakmu
Sekarang aku datang didekatmu
Bapak bukalah matamu untukku
Bapak..lihat aku..
Sebentar lagi aku akan banggakan keluarga ini dengan keberhasilan ku.
Mata masih tetap tertutup, bapak tak bisa lagi membuka matanya dan hanya air matalah yang keluar, kuhapus air matanya yang terus mengalir.
Seumur hidupku belum pernah aku melihat bapakku mengeluarkan air matanya dan hari itu baru aku melihatnya, sebuah tanda kasih sayang yang paling tulus dan paling dalam inilah air mata seorang paling bijak, paling tangguh. Air matanya terus mengalir keluar
Mungkin bapak sudah merasakan kalau dia akan pergi meninggalkan kami. Air mata bapakku terus menerus keluar dan saat itu pula aku kembali menangis
Malam itu aku berdoa
“Ya Allah sembuhkanlah bapakku aku pengen banggakan bapakku, berikan aku kesempatan untukku membalasnya”
Sore itu aku suapin bapakku makan, ya mulai sedikit senang karena bisa makan, hatiku sudah sedikit legah, ada harapan bapakku bisa sembuh lagi.
Setengah jam kemudian bapak memuntahkan makanannya, dan muntah lagi tetapi kali ini air bercampur dengan darah. Hari itu aku menangis tersedu-sedu karena belum pernah aku melihat bapak seprti ini, ada sedikit putus asa jika bapak pergi aku juga pengen ikut pergi bersamanya untuk nemanin dia.
Dua hari sudah terlewati bapakku tanpa makan tanpa minum, tanpa melihat dan hanya mengeluarkan air mata. Tubuhnya semakin lemah dan badannya semakin dingin. Aku dekati dan kuhapus air matanya yang terus mengalir keluar.
Rasa sedih yang tidak bisa kutahan sehingga membuat diriku tak mampu menahan air mataku. Setiap kali aku menghapus air matanya air mataku terus mengalir dan tangisan suaraku selalu ingin mengeras tanpa peduli siapapun yang akan mendengarnya.
Senin pukul sebilan pagi bapakku kembali memuntahkan darah lagi, pada saat itulah jantungnya mulai melemah, badannya mulai dingin dan hembusan napasnya pun sudah mulai pelan.
Suara tangisanpun sudah mulai terdengar, aku pun tak kuat seakan tidak kuat lagi menahan kesedihanku. Kuhapus air mata bapakku yang terus mengalir, kupenggang tangannya yang begitu dingin, kembali kupeluk lagi tubuhnya dan saat napasnya pun mulai perlahan-lahan berahir.
Surat yasinpun mulai dibacakan. Ayat demi ayat mengantarkan kepergian bapakku hingga napasnya pun berakhir. Matanya tertutup begitu indah., mukanya tersenyum, dan menyisakan air mata dipipinya.
Kembali kucium wajahnya…..
Aku tak berdaya menatapnya, jiwahku tak mampu menahan rasa sedih yang begitu mendalam, badanku melemah di saat itu juga seakan-akan aku ikut ingin ikut bersamanya.
Aku memnggil-memanggi dia
"Bapak…bapak….bapak !!
Kenapa kamu begitu cepat pergi meninggalkanku...!!
Cita-citaku masih jauh, mimpi belum tercapai
Aku butuh tanganmu untuk menjadi penopang masa depanku…
Aku butu nasehatmu untuk bekal kehidupanku..
Aku butuh sadaran untuk biar aku tetap kuat
Kenapa bapak begitu cepat pergi meninggalkanku…
Ya Allah kuatkan aku ya Allah..!!
Rasanya ini terlalu cepat
Aku tak menduga kalau bapakku pergi sesingkat dan secepat ini
Mungkinkah ini cara Allah menguji aku dan keluargaku
Aku melihat ibuku yang begitu sedih, aku pun kembali bangkit dan berusaha untuk menahan semua rasa yang ada. Aku berpura-pura kuat demi menguatkan ibuku. Kupeluk ibuku sambil menahan rasa sedihku.
YA ALLAH kuterima cobaanmu dengan ikhlas
Semuanya hanyalah milikmu aku pasrahkan kepadamu.
Kuatkan ibuku dan keluarga kami ya Allah agar taba dan sabar dalam menghadapi cobaanmu, aku sadar dengan semua yang aku miliki suatu saat pasti akan kembali
Bukalah pintu surga bagi bapakku agar dia selalu bahagia dan senang di sana
Ya Allah tempatkanlah dia disisimu
Ya Allah terima kasih Engkau mengambil dengan baik-baik
Hari itu aku ikut memandikan jasad bapakku, rasa sedihku menjadi-jadi karena dulu sewaktu aku masih kecil dia yang selalu memandikanku, setiap hari bergantian sama ibu tanpa mengenal lelah. Aku sangat bersuykur karena saat ini aku masih diberi kesempatan untuk memandikan jasad bapakku dan masih menggurus jenazanya hingga ke liang lahatnya.
Hari itu banyak kerabat dan keluarga datang melayat bapakku, ada banyak cerita tentang kebaikan bapak semasa masih hidup, satu persatu memelukku sambil memberikan ucapan duka cita dan selalu memberiku semangat.
Inilah saat-saat terkahir keluargaku melihat wajah bapakku, satu-persatu kami mencium kening beliau sebagai tanda kasih sayang dan terima kasih yang tak terhingga.
Kain kafan itu telah ditutup kembali dan doa pengantar pun mulai di bacakan diteruskan dengan permohonan maaf dari keluarga besar kami
Kini jenazah bapak siap diantar ke tempat peristrahatan terakhir. Aku pun siap mengangkat jasad beliau, pada saat tanganku memegang jasad beliau saat itu pula aku membayangkan bahwa dulu waktu kecil bapak sering mengkat tubuhku, mengedongku, dan selalu siap menjadi kuda-kudaanku, kini aku yang menggantikannya yang pertama dan yang terakhir kalinya.
Kalimat la ilaha illallah telah mengantarkan jasad beliau menuju pemakaman, banyak kerabat dan keluarga ikut mengiringi hingga ke tempat pemakaman. Setelah dimakamkan satu persatu meninggalkan kami dan yang tersisa hanya aku, kakak dan ibuku. Kami berdua berusaha menguatkan ibu untuk kembali ke pulang ke rumah.
Selamat jalan bapakku, terima kasih atas jasamu selama ini, sudah membesarkan aku dengan baik. Aku akan senantiasa mendoakanmu dalam sholatku, cita-cita dan harapanmu akan kukejar, semoga bapak selalu melihatku dengan segala kesusesanku suaatu saat nanti. Terima kasih bapakku, assalamu alikum.
Tahun 2008 tepatnya beliau pamit untuk selama-lamanya, kini aku kehilangan seorang sosok yang begitu kuharapkan, aku merasa tak berdaya. Semua cita-cita dan harapanku mungkin sulitku kuraih, aku dan keluargaku merasa sangat kehilangan satu tumpuan hidup. Suaranya tak akan ada lagi, yang tersisa hanyalah nasehat yang diberikan kepada kami, tak ada lagi candaan dan tawa yang begitu khas di rumah ini, tak ada lagi sisa kopi di atas meja, rumah ini hening tanpa kehadiran beliau.
Hampir setiap hari aku masih merasakan kehilangan dan semkain lama semakin dalam, ketika malam tiba suasana pun semakin terasa dan lagi aku harus menangis.
Bapak selalu perhatian kepada kami, selalu bangun dari tidurnya untuk memastikan jika anaknya sudah di kamar dalam keadaan baik. Pembawaannya tenang jika kami dalam masaalah, tegas, lembut, dan selalu menjadi penasehat yang bijak.
Seiring berjalannya waktu aku kembali mengingat pesan beliau dan aku harus siap meneruskan perjuanganku, aku harus kuliah walaupun saat itu ekonomi keluargaku pas-pasan.
Aku bangkit lewat nasehat-nasehat beliau, optimis Allah akan menggantikan sesuatu yang diambil Nya. Pada saat itu aku meniatkan diriku untuk kerja selama setahun agar bisa menabung dan bisa kuliah dengan tabunganku. Saya meniatkan untuk istrahat setahun agar bisa kerja dulu untuk mempersiapkan biaya kuliah.
Aku pun berangkat menuju kota dengan harapan mencari pekerjaan di sana. Pada saat sampai di kota tiba-tiba ada teman sekolahku memberitahu kabar bahwa hari ini ada pengumuman hasil tes beasiwa S1 Universitas Negeri Yogyakarta di kantor dinas pendidikan. Aku bergegas menuju kantor dinas tanpa ada harapan karena kutahu bahwa waktu itu aku hanya ikut-ikutan tes saja, namun pada saat aku melihat tempelan pengumuman yang bertuliskan Daftar Beasiswa S1 Universitas Negeri Yogyakarta dan tidak kusangka Allah telah memberiku kejutan, namaku masuk dalam daftar lulus penerima beasiswa tersebut. Aku menagis terharu dan langsung sujud syukur pada saat itu juga.
Aku kembali ke rumah untuk memberitahu kabar gembira ini ke ibuku, pada saat tiba di rumah mataku berkaca-kaca, lalu ibu pun panik, aku peluk, aku cium dan aku sampaikan “Ibu Allah telah mendegar doamu, aku akan kuliah di Jawa, namaku masuk dalam daftar penerima beasiswa S1 Universitas Negeri Yogyakarta”
Ibuku tidak percaya dan kembali bertanya sejak kapan kamu ikut beasiwa itu? Dengan pelan-pelan aku menjelaskan bahwa sebelum bapak meninggal aku sempat ikut beasiswa tersebut dan aku juga kaget kalau namaku masuk bu, ibu pun kembali memeluk dengan erat. Selamat nak teruskan perjuangan bapakkumu ya, bapak pasti akan senang sekali melihat kamu meneruskan perjuangannya.
Akhir bulan Juni 2008 aku harus berangkat ke pulau Jawa dan harus meninggalkan keluarga, hal yang paling berat adalah meninggalkan ibu, rasanya sulit kulakukan tetapi demi masa depanku ibuku kembali menguatkanku.
Berangkatlah nak, ibu akan menjagamu selayaknya kamu masih di dalam kandungan ibu, doa-doa ibu akan selalu menyertaimu dan menjagamu. Jangan takut, jangan sedih, ibu akan bahagia jika suatu saat kamu kembali membawa nama baik dengan gelarmu.
Kepergiaanku dari kampung halaman ternyata meninggalkan cucuran air mata yang dalam bagi ibuku yang baru saja ditinggalkan oleh bapak sekarang aku harus pergi meninggalkannya demi mengejar masa depannku. Ibu berusaha kuat menyimpan rasa sedih demi aku dan masa depanku.
Akhirnya tibalah keberangkatanku ke pulau jawa, Ibu dan sekelurgaku mengantrakan aku ke kota kabupaten dan saya aku melanjutkan perjalanan laut ke kota provinsi ternate kemuadian naik kapal pelni menuju ke pulau jawa.
Dermaga kabupetan adalah sebuah tanda perpisahan untuk sementara waktu, antara anak dan ibu yang dipisahkan oleh daratan dan lautan. Kesdihan ibuku nampak dan tak tertahankan, kupeluk beliau dengan air mata yang mengalir, dengan rasa haru yang paling dalam. Ibuku kembali memberi semangat dengan sebuah tepukan di bahu dan uluran tangan untuk bersalaman dan saat itu pun aku berjalan menuju naik ke tangga-tangga kapal dan kapal pun berangkat.
Sesampainya di kota ternate kemudian meneruskan perjanan laut dari kota ternate menujuke pulau jawa, saat itu aku naik kapal pelayaran nasional indonesia selama 4 hari 4 malam.
Setibanya di pulau jawa kota pertama yang kulalui adalah Kota Surabaya Jawa Timur, persaanku yang sedih ditutupi dengan rasa gembira, senang yang mungkin tidak bisa kuungkapkan dengan kata-kata. Jawa yang dulunya hanya terlihat di TV dan gambar-gambar dalam buku, kini telah menjadi nyata. Kereta api yang belum pernah aku rasakan kini bisa aku naik dan merasakannya.
Almarhum bapak punya cerita pernah keliling pulau Halmahera, dan kini ditrunkan ke aku akan berkeliling beberapa kota di pulau jawa.
Kota jogja merupakan kota tujuanku karena aku nanti kuliah di sana, dari surabaya menuju kota jogja ternyata perjalananna sangat jauh, selama perjalanan aku sambil melihat kota-kota yang dilalui kereta dan akhirnya tidak terasa sudah samapi di stasiun malioboro yogyakarta
Jogja mengahapus air mataku dari kesedihanku yang mendalam, dan kampus UNY menjadi harapan masa depanku untuk menjadi seorang sarjana.
Setelah beberapa hari di Jogja, aku pun sudah harus mempersiapkan diri untuk masuk masuk kuliah. Di kampus Universitas Negeri Yogyakarta inilah aku memulai perjuanganku dan ternyata menjadi seorang mahasiswa tidaklah mudah, apalagi latar belakang orang tuaku sebagai seorang petani dan yang tersisa tinggal ibu dan kakaku.
Semenjak aku menjadi seorang mahasiswa ada suka duka yang harus aku jalani, jika pengiriman biaya hidup dari beasiswa dan orang tua telat mau tidak mau aku harus pinjam uang ke teman dan mengiritnya dengan cara sering-sering berpuasa. Selain itu ada rasa putus asa dan ingin memundurkan diri dari jurusan yang aku ambil, hal ini dikarenakan banyak laporan praktikum yang harus ditulis tangan dan dikumpulkan pada saat masuk laboratorium praktikum, belum juga tugas-tugas tambahan dari dosen mata kuliah yang harus dikumpulkan sesuai waktu yang telah ditentukan oleh dosen.
Berkat doa dari orang tua serta dukungan dari teman-teman kuliah sehingga membuat aku lebih optimis lagi, lebih semangat lagi dalam mengahapi tugas-tugas tersebut dan mencoba menikamatinya sehingga aku bisa menjalani tantangan itu dengan baik.
Pada tahun pertama masuk kuliah tepatnya pada bulan ramadhan, hatiku sedikit tergoyahkan dengan suasana ramadhan. Biasanya aku dan sekeluarga kakak, ibu dan bapak selalu buka bersama dalam satu rumah, kini sudah terpisah jauh dengan ribuan kilo meter bahkan bapak sudah lebih dulu pergi menghadap sang Ilahi.
Merantau dan menuntut ilmu adalah sebuah perjuangan yang mulia, sebuah perjuangan penuh tantangan, aku harus berusaha sekuat mungkin untuk menahan rasa rindu kepada kampungku dan keluargaku. Demi masa depan dan kebahagiaan ibuku aku berusaha kuat dan selalu meminta perlindungan kepada yang kuasa agar selalu terhindar dari hal-hal yang buruk.
Jika rasa kangenku telah bergemuru maka jalan satu-satunya hanya telpon ke ibu dengan begitu hatiku bisa legah. Ibu adalah obat penawar rindu dikala aku sedang sedih dan duka.
Seiring berjalannya waktu tidak terasa empat tahun sudah aku lewati. Pada tanggal 28 November 2012 aku dinyatakan lulus dalam ujian skripsi dan disahkan menjadi seorang sarjana pada tanggal 28 Desember 2012. Empat setengah tahun aku berjuang dengan penuh suka duka, banyak cerita dan pengalaman yang luar biasa dan alhamdulillah pada tanggal 23 Februari 2103 toga sarjana resmi kupakai dan siap menerima ijaza sekaligur gelar sarjana yang selama ini kuimpikan.
Gelar sarjana kupersembahkan untuk kedua orang tuaku ibu dan almarhum bapakku yang telah melahirkan, membesarkan sekaligus mendidik aku sampai hari ini.
Pada tanggal 29 Maret 2013 aku kembali ke kampung asalku, setibanya di kampung aku merasa bahagia dan bangga karena sepanjang perjalanan dari dermaga ke rumah banyak teman-teman dan keluargaku menyabut aku dengan air mata bahagia, apalagi saat melihat ibu yang aku tinggalkan selama empat tahun lebih, kudekati lalu kupeluk dan kucium. Wajahnya berseri-seri dengan tangisan air mata, semua orang yang disekitarpun ikut terharu.
Kata-kata yang pertama kali pada saat ibu menyambutku ''Kamu suda besar nak, termaksih nak kamu sudah bikin ibu sama bapak bangga. Walaupun bapak sudah tidak ada tetapi bapak sangat senang dengan keberhasilanmu ini".
Seandianya bapak masih ada mungkin sekarang terlihat sangat bahagia seperti ibuku.
Ada makna yang aku ambil dari perjuangan mereka. Mereka tidak butuh uang, bahkan merekalah yang mengeluarkan uang. Mereka ingin kita sukses, mereka ingin masa depan kita cerah, mereka mengajari hidup dengan contoh mereka bekerja keras agar kelak aku seperti mereka. Terima kasih bapak, terima kasih ibu
Sejenak bersama ibu selama delapan bulan tentulah sangat singkat, tapi karena pekerjaan menuntut demi mencari masa depanku ibu mengijinkan aku untuk pergi merantau lagi ke pulau Jawa.
Dengan biaya pas-pasan aku beranikan diri untuk berangkat lagi ke pulau jawa. Bulan November 2013 aku kembali ke jogja untuk merantau lagi dengan tujuan menjacari rejeki
Buat ibuku yang tercinta doakan aku slalu semoga aku cepat mendapatkan pekerjaan... amin...
Buat bapakku semoga kamu selalu tenang di sana, aku selalu mendoakanmu.
Nasehat bapak tetap ku ingat dan kujaga, kini nasehatmu menjadikan aku lebih baik, aku ingin sepertimu, jejakmu tak terlupakan oleh semua orang yang kenal denganmu.
Setelah sampai di Jogja aku pun langsung mencari pekerjaan, banyak lamaran yang sudah kumasukin ke perusahaan-perusahaan namaun belum juga ada panggilan. Selama empat bulan aku belum mendapatkan pekerjaan, uang biaya makan juga suda habis terpaksa laptopku pun aku gadaikan.
Bulan maret 2104 akhirnya aku mendapatkan panggilan interview disalah satu toko buku terbesar di jogja dan alhamdulillah aku diterima kerja di situ.
Dengan keikhlasan bekerja aku mulai belajar dari pengalaman-pengalaman diperusahaan itu, empat tahu aku belajar di situ, ada banyak pengalaman-pengalaman yang aku dapatkan sehingga pada bulan Juni 2018 aku memutuskan untuk bangun usaha sendiri dan hingga sampai saat ini masih belajar mengembangkan usaha.
Buat sahabat-sahabtku berbahktilah kepada kedua orang tua kita selagi mereka masih ada jangan sekali-kali membuat mereka keceewa, sedih atau jangan sampai membuat mereka meneteskan air mata.
Karena dengan merekalah kita ada dan kita bahagia, gunakanlah waktu yang ada untuk memberikan kasih sayang yang kita miliki dengan sepenuhnya, jangan menunda karena penyesalan tidak ada gunannya.
Semoga cerita singkatku ini bisa bermanfaat bagi seluruh pembaca, mohon maaf jika ada kesalahan dalam penulisan, tulisan ini akan selalu aku revisi agar bisa lebih mudah dipahami oleh teman-teman.
Bagi yang senasib denganku teruslah berjuang dengan doa dan usaha yakinlah bahwa Tuhan bersama kita. aamiin
Cerita ini aku tulis pada tahun 2006 lalu dan kulanjutkan tahun 2008, 2013, 2018 dan kurevisi lagi pada tahun 2019
Cerita ini aku tulis pada tahun 2006 lalu dan kulanjutkan tahun 2008, 2013, 2018 dan kurevisi lagi pada tahun 2019
Terharu sampai menangis saya bacanya persis dengan perjalanan hidupku
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusTerharu Bang Ibra...Dan Sekarang Menjadi Youtuber Terkenal.. Yang Selalu Membantu Orang Orang Yang Tak Mampu.Semangat 45 Bang,
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapus